Kritik Sastra Ditulis Setelah Karya Sastra Itu Ada

Kritik sastra ditulis setelah karya sastra ada. Jika dalam pengertian kritik termasuk teori, maka teori disusun berdasarkan karya sastra yang sudah ada sebelumnya. Jauh sebelum kita mengembangkan kritik sastra, karya sastra sudah ditulis – dan terus ditulis tanpa memedulikan kritik yang ditujuakan padanya. Disadari atau tidak, kritik sastra ditulis berdasarkan teori yang sudah ada sebelumnya meskipun dalam perkembangan para kritikus juga berupaya untuk menyusun teori yang sesuai dengan benda budaya yang dibincangkannya. Hanya dengan demikianlah kritik sastra bisa berlanjut dengan sehat.


Pengkajian kritik sastra Indonesia dalam sebuah paket mata kuliah atau pelajaran Kritik Sastra yang berlangsung di ruang kuliah selama satu semester harus berawal dengan kesadaran bahwa segalanya terikat pada system atau sejumlah ketentuan yang sudh digariskan oleh kurikulum dan silabus. Jadi, berbeda dengan pengkajian masalah serupa di luar ruang kuliah atau di tengah kehidupan sehari-hari seperti yang (mungkin) sudah dijalani kebanyakan mahasiswa dengan hasil pengetahuan kritik sastra Indonesia. 
Dalam berpengatahuan itu mahasiswa atau siapa pun peminat kritik sastra Indonesia boleh menempuh crania sendiri-sendiri. Maksudnya (kurang lebih) boleh menetapkan targetnya sendiri, boleh menentukan sikapnya sendiri dengan berpihak kepada pribadi pengarang atau pakar tertentu, boleh saja membenarkan pendapatnya sendiri, dan lain-lain. Pendek kata, dalam berpengetahuan itu siapa pun tidak perlu berurusan dengan system atau sejumlah ketentuan yang disebut kurikulum dan silabus.

Hakikat Kritik Sastra

Istilah kritik sastra yang melekat pada kritik sastra Indonesia sudah tidak asing lagi mahasiswa sastra dan peminat sastra Indonesia. Istilah tersebut dapat dijelaskan secara singkat dan popular, tetapi dapat juga dipaparkan secara panjang lebar ilmiah. Mungkin juga makna istilah itu tidak terpahami secara definitive, tetapi terpaham prinsip-prinsip atau semangatnya, bahkan diterapkan dan dikembangkan secara professional oleh banyak orang yang berkiprah di dunia pengetahuan sastra atau sebutlah “sastra terapan” seperti wartawan kolumnis, presensi bku, kritikus dan esais pada umumnya. 
Kalau pun istilah itu harus didefinisikan secara popular maka cukuplah dikatakan dengan kalimat ringkas. Misalnya, kritik sastra adalah cabang ilmu sastra yang berurusan dengan penilaian karya sastra, atau kritik sastra itu semacam resensi dan ulasan karya sastra. Bahkan, boleh juga juga dikatakan dengan gaya seloroh, misalnya, prinsip kritik sastra itu mengobrak-abrik karya sastra untuk memperoleh mana yang baik dari yang buruk.
Dapat dipahami bahwa wawasan pengetahuan kritikus erat hubungannya dengan aliran-aliran teori sastra yang berkembang pada zaman tempat tertentu sebagai kecenderungan (mainstream) yang telah ditawarkan atau dipelopori oleh tokoh-tokoh terkemuka. Sementara itu, tercatat macam-macam kritik sastra yang mencerminkan aliran-aliran teori sastra tertentu, salah satunya adalah kritik sastra feminisme.

Kritik Sastra Feminis


Kritik sastra feminis yang berawal di Amerika Serikat pertengahan abad ke-20 menawarkan gagasan yang berpihak kepada kaum wanita, baik sebagai pengarang maupun pembaca. Pandangan dasarnya menyatakan bahwa selama ini posisi kaum wanita selalu di bawah lelaki, padahal dalam hal-hal tertentu potensi wanita tidak selemah yang dibayangkan oleh kaum lelaki. Tujuannya adalah:
  • Menafsirkan dan menilai kembali gejala sastra yang telah berkembang pada abad-abad yang silam;
  • Membuka ruang gerak yang berkembang antara pengarang atau kritikus wanita dengan kritikus wanita dengan kritikus laki-laki dalam memahami dan menilai karya para pengarang wanita; dan
  • Meninjau kembali kaidah-kaidah kritik sastra yang sudah mapan selama berabad-abad, sehingga berkembang kaidah-kaidah baru yang lebih mampu memahami berbagai gejala kemanusiaan.
Demikianlah catatan singkat mengenai macam-macam kritik sastra yang telah berkembang selama ini, dank e depan pasti akan berkembang lagi menjadi mazhab atau aliran-aliran baru sejalan dengan perkembangan teori-teori di banyak bidang studi, seperti antropologi, psikologi, sosiologi, linguistic, stilistika, dn estetika. Perlu dicatat pula bahwa tidak semuanya berkembang merata ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, ada aliran teori yang perlu dipelajari secara mendalam dan ada juga yang sekadar diketahui prinsipnya. Jelaslah bahwa pemaham dan pendalaman macam-macm teori yang kemudian melahirkan aliran-aliran kritik sastra itu merupakan persoalan penting bagi kritikus yang karena tuntutan profesinya harus memiliki pilihan-pilihan tertentu dalam konteks sosial dan zamannya sehingga kritiknya memiliki pijakan yang kukuh dan relevan dengan kepentingan masyarakat.

Ringkas



Apa pun macamnya, kritik sastra sepantasnya ditulis dengan mutu yang setinggi-tingginya agar memikat perhatian banyak pembaca terhadap karya sastra. Wajarlah mutu yang tinggi harus dicapai melalui proses belajar yang panjang dengan ketekunan dan kerja professional sehingga pembaca kritik sastra tidak terikat pada bentuk formalnya, penulisnya, alirannya, tetapi lebih terarah pada isinya yang mencerahkan pikiran pembaca.
Hingga di sini baiklah dicatat rangkuman sebagai berikut:
  1. Kritik sastra dapat dibedakan berdasarkan teori pendekatan Abrams atau orientasi sastranya menjadi kritik sastra mimetic, kritik sastra pragmatic, kritik sastra ekspresif, dan kritik sastra objektif. Kritik sastra mimetic menekankan hubungan atau kesesuaian antara pragmatic menekankan manfaat karya sastra bagi pembaca; kritik sastra ekspresif menekankan hubungan karya sastra dengan dunia pengalaman batin pengarang; kritik sastra objektif menekankan otonomi karya sastra.
  2. Kritik sastra dapat dibedakan berdasarkan bentuk formalnya menjadi kritik sastra teoritis dan kritik sastra terapan. Yang teoritis itu menekankan perhatiannya pada teori-teori kritik sastra sehingga dapat disebut teori kritik sastra, sedangkan yang terapan menenkankan perhatiannya pada praktik kritik sastra. Kritik sastra terapan dapat dipilah-pilah menjadi kritik sastra judicial, kritik sastra induktif, dan kritik sastra impresionistik. Hakikat kritik judicial adalah penilaian baik atau buruk karya sastra, hakikat kritik induktif adalah pemaparan fakta yang terkandung dalam karya sastra, sedangkan hakikat kritik impresionistik adalah pengungkapan kesan kritikus terhadap karya sastra yang bersangkutan.
  3. Kritik sastra dapat dibedakan berdasarkan asalnya menjadi kritik sastra akademis atau atau kritik sastra ilmiah dan kritik sastra popular. Kritik sastra akademi berkembang di kalangan akademi (perguruan tinggi), sedangkan kritik sastra popular berkembang di media massa (surat kabar, majalah, dan internet).
  4. Kritik sastra dapat juga dipilah-pilah berdasarkan aliran teorinya menjadi kritik sastra baru (New Criticism), Nouvelle Critique, kritik sastra Merlyn, kritik sastra marxis, kritik sastra eksistensialisme, kritik sastra linguistic (stilistik), kritik sastra feminis, dan kritik sastra psikoanalisis.
Segala masalah kehidupan kritik sastra Indonesia merupakan bahan kajian yang tidak akan habis-habisnya digarap oleh perguruan tinggi, termasuk mahasiswa sastra yang tidak cukup hanya mengandalkan pelajaran di ruang kuliah, tetapi harus memperkaya pengetahuan dengan mengenali seluk-beluk kehidupan kritik sastra di masyarakat. Sementara itu, para sarjana sastra (dosen) pun perlu makin kreatif dalam mengaktualisasikan tugas dan tanggung jawabnya, baik terhadap ilmunya sendiri (ilmu humaniora, termasuk sastra) maupun kepentingan masyarakat luas.

Komentar

  1. How do you make money off of betting on sports?
    If the sportsbook is offering a sports betting, where is the best sports betting venue to bet on, are they betting งานออนไลน์ on horse races? A

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen 'Kang Sarpin' karya Ahmad Tohari - Sosiologi Sastra

Tanda Semiotik Puisi Sajak Putih karya Chairil Anwar

Kajian Sosiologi Novel Atheis karya Achdiat Karta Mihardja